Sejarah Misteri Piramida Giza Mesir adalah Salah satu tujuan wisata yang paling di minati oleh turis manca negara di Negeri Fir’aun Mesir. Piramida Agung Giza adalah piramida tertua dan terbesar dari tiga piramida yang ada di Nekropolis Giza dan merupakan satu-satunya bangunan yang masih menjadi bagian dari Tujuh Keajaiban Dunia. Dipercaya bahwa piramida ini dibangun sebagai makam untuk firaun dinasti keempat Mesir, Khufu (Χεωψ, Cheops) dan dibangun selama lebih dari 20 tahun dan diperkirakan berlangsung pada sekitar tahun 2560 SM . Piramida ini dulu disebut sebagai Piramida Khufu.
Piramida Agung Giza adalah bagian utama dari kompleks bangunan makam yang terdiri dari dua kuil untuk menghormati Khufu (satu dekat dengan piramida dan satunya lagi di dekat Sungail Nil), tiga piramida yang lebih kecil untuk istri Khufu, dan sebuah piramida “satelit” yang lebih kecil lagi, berupa lintasan yang ditinggikan, dan makam-makam mastaba berukuran kecil di sekeliling piramida para bangsawan. Salah satu dari piramida-piramida kecil itu menyimpan makan ratu Hetepheres (ditemukan pada tahun 1925), adik, dan istri Sneferu serta ibu dari Khufu. Juga ditemukan sebuah kota, termasuk sebuah pemakaman, toko-toko roti, pabrik bir, dan sebuah kompleks peleburan tembaga. Lebih banyak lagi bangunan dan kompleks ditemukan oleh Proyek Pemetaan Giza.
Beberapa ratus meter di barat daya Piramida Agung terdapat sebuah piramida yang sedikit lebih kecil, Piramida Khafre, salah satu penerus Khufu yang juga dianggap sebagai pembangun Sphinx Agung, dan beberapa meter lebih jauh ke barat daya adalah Piramida Menkaure, penerus Khafre, yang ketinggian piramidanya sekitar separuhnya. Perkiraan waktu penyelesaian Piramida ini disepakati sekitar tahun 2560 BC. Wazir Khufu, Hemon, atau Hemiunu, dipercaya sebagai arsitek dari Piramida Agung.
Di balik kemegahan piramida, ada satu teka-teki besar. Bagaimana bahan baku dari bangunan kuno, yang bahkan terlihat dari antariksa itu, dibawa ke lokasi pembangunan? Pertanyaan itu didasari pada beratnya pekerjaan membawa batuan di gurun, dan minimnya teknologi pendukungnya. Batu tersebut dibutuhkan dalam jumlah besar. Sementara itu, alat canggih yang bisa digunakan untuk mengangkutnya melewati gurun pasir belum ada pada zaman Mesir Kuno.
Daniel Bonn dari University of Amsterdam menyatakan berhasil memecahkan teka-teki itu dalam hasil riset yang bakal terbit di jurnal Physical Review Letter, Rabu (29/4). Bonn dan rekannya mengatakan, orang-orang Mesir Kuno mungkin membawa batuan dengan strategi jitu. Mereka menggunakan alat semacam gerobak untuk membawa batu, lalu menariknya di gurun yang telah dibasahi dengan air.
Dalam penelitian, Bonn melakukan percobaan di laboratorium menggunakan miniatur gerobak Mesir Kuno dan wadah berisi pasir yang telah dikeringkan di oven. Air yang ditambahkan pada pasir hingga level basah tertentu akan membentuk “jembatan kapiler”. Tetesan air akan bertindak seperti lem yang merekatkan pasir, membuatnya menjadi kaku dan meminimalisasi gesekan dengan benda yang bergerak di atasnya.
“Saya terkejut bahwa total gaya tarik bisa dikurangi hingga 50 persen,” kata Bonn seperti dikutip Washington Post, Senin (27/4).
Dengan berkurangnya gaya tarik yang dibutuhkan, jumlah orang yang dibutuhkan untuk menarik gerobak berisi batu juga setengah dari total yang dibutuhkan apabila gurun pasir dalam keadaan kering. Berkurangnya gesekan dan gaya tarik terjadi karena pembasahan menyebabkan peningkatan kekakuan pasir gurun.
“Gerobak bergerak lebih mudah pada pasir gurun yang basah karena pasir itu tidak membentuk gundukan di depan gerobak, tidak seperti yang terjadi bila gerobak ditarik di atas pasir kering,” urai Bonn. Kesimpulan bahwa air memudahkan pengangkutan batu ke lokasi pembangunan piramida diperkuat dengan adanya lukisan di kuburan Djehutihotep.
Lukisan itu menggambarkan adanya percikan warna abu-abu dan oranye dengan orang yang berdiri di depan gerobak sambil menyiramkan air. Lukisan itu sebelumnya telah memicu banyak perdebatan. Penelitian ini memberi penjelasan ilmiah fungsi air dalam pembangunan piramida yang semula cuma dikaitkan dengan pencucian.
Piramida Mesir masih memukau para peneliti dan publik dengan misteri-misteri yang tersembunyi di dalamnya. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sedikit demi sedikit menguak rahasia piramida, sehingga kita kini hampir memecahkan semua teka-tekinya. Beberapa waktu lalu, ahli Mesir kuno Mark Lehner menjelaskan tentang serangkaian alur yang ditemukan di luar ruang pemakaman Raja Khufu di Piramida Besar Giza.
Ia berpendapat bahwa perancang konstruksi tersebut membangun sebuah sistem pertahanan sederhana: serangkaian batu granit tebal yang menghalangi jalan untuk menuju ruangan. Perancang makam Khufu mendesain garis pertahanan untuk mencegah siapa pun untuk memasuki makam Raja. “Alur dan tonjolan ini bukan sekedar hiasan. Mereka merupakan bagian dari mesin yang sangat primitif, ujar Lehner.
Alur digunakan untuk mengarahkan lempengan granit menuju pintu masuk serta untuk menjaga agar posisinya tetap vertikal. Sementara seperangkat blok tebal yang meluncur ke bawah lorong, memblokir pintu masuk dengan sempurna dan melindunginya dari para penjarah makam. Setidaknya, seperti itulah rencananya. Ruang pemakaman itu mungkin sudah dirampok isinya di suatu waktu antara akhir rezim Khufu dan keruntuhan Kerajaan Lama (sekitar tahun 2134 sebelum masehi). Apa yang tersisa dari pemakaman Khufu hanyalah sarkofagus merah besar dari bebatuan granit. Tetapi beberapa arkeolog berpikir bahwa pemakaman itu sendiri sebenarnya hanyalah tipuan, sementara makam yang asli tetap tersembunyi.
sumber : http://nationalgeographic.co.id/